Bagan hakekat perekonomian dalam islam Ekonomi Islam

0
08.03

Oleh :
1.  Amanda Erica Prakasiwi                  (E2A015023)
2.  Fransiska Novita Maria Santika       (E2A015022)
3.  Mery Avita Candravoni                    (E2B015021)
4.  Devi Ima Zeni Lestari                        (E2B015023)



Quran & sunnah

Ushul Fiqih & Qawaid

Syariah

Akidah

Akhlak

-Nilai Ekonomi Islam
-Prinsip Ekonomi Islam

Sejarah Islam

Metode Deduksi

Fiqih Muamalah

Teori Ekonomi

Metode induksi

Realitas ekonomi

Konsumsi

Produksi

Distribusi

Makro Ekonomi
 



Pada dasarnya hakekat perekonomian dalam islam adalah pemerataan kesejahteraan,yang diekspresikan dalam suatu tatanan masyarakat kesejahteraan yang dijalankan oleh suatu Daulah. Menurut shaykh Dr Abdulqadir As-sufi (2002) dalam buku Sultaniyya kata daulah (Arab: dawla) memiliki arti merubah setiap saat,mengambil giliran,mengganti dan menukar. Kata daulah hanya muncul satu kali dalam al Qur’an, yaitu dalam surat Al-Hasyar ayat 7,yang artinya:” Dan apa saja yang di berikan oleh Allah kepada rasul-nya yang berasal dari penduduk negeri itu,adalah untuk Allah,untuk rasul,untuk kaum kerabat,dan anak yatim,orang miskin dan ibnu sabil,agar harta itu tidak beredar hanya di antara orang yang kaya di antaramu.
Dari makna kata daulah dapat di jelaskan bahwa tatanan politik dan ekonomi Islam harus didasarkan kepada pergerakan dan pemerataan kekayaan. Tiga kekuatan yang melekat di dalamnya yang akan menggerakkan kekayaan adalah: pasar dan perdagangan, zakat sebagai instrumen pemerataan terakhir melalui jalan pembagian harta rampasan perang (ghanam).
Bentuk-bentuk interaksi social, baik yang komersial maupun nonkomersial disebut muamalat.Tanpa muamalat hal yang terjadi adalah penumpukan kekayaan dan perputarannya hanya terjadi pada segolongan orang itu saja,yaitu mereka yang menguasai harta saja. Hal demikianlah yang terjadi pada perekonomiaan kita saat ini yang melalui kapitalisme yang berbasis pada riba dan monopoli.
Lima pilar muamalat terdiri atas:
1.      Suq (Pasar Terbuka)
2.      Mekanisme perdagangan Terbuka (Kafilah atau karavan dagang)
3.      Kontrak-kontrak kemitraan dan pembiayaan,khususnya Syirkat dan Qirad (mudharabah).
4.      Paguyuban-paguyuban produksi mandiri (Sinf atau Gilda)
5.      Mata Uang Halal,yakni Dinar dan Dirham serta fulus
Kelima pilar di atas tidak  berdiri sendiri tetapi saling berkaitan membangun tatanan kehidupan yang menghasilkan pemerataan kemakmuran. Dengan demikian Muamalat bertolak belakang dengan kapitalisme atau sistem riba.
*Pasar Terbuka (Suq)
Muamalat merupakan penegakan & perlindungan pada perdagangan. Muamalat memastikan persamaan hak antar semua orang di pasar, melalui akses, dan prasarana dasar perdagangan. konsep perdagangan dalam Islami adalah pendirian pasar-pasar terbuka,sedangkan dalam kapitalisme yang disebut pedaganan adalah dalam entuk mal-mal dan pasar-pasar swalayan. Pasar tradisional yang ada saat ini bukanlah pasar karena didalam perdagangannya tedak berlangsung denagan semestinya,sistem yang berlangsung di dalamnya merupakan distribusi monopolistik. Perbedaan mendasar antara distribusi dan perdagangan adalah ada atau tidaknya prasarana perdagangan umum dan terbuka yang dapat diakses kapan,oleh siapapun yang ingin berdagang dengan posisi setara.pasar dalam ajaran Islam ,selain terbuka untuk semua orang juga tidak boleh dan dikuasai oleh orang-orang tertentu.
*Karavan atau Kabilah dagang
Ketersediaan pasar bagi pedagang adalah seperti ketersediaan jaln bagi orang yang ingin bepergian,sekolah untuk belajar,dan mushola untuk sholat. Tanpa pasar tidak mungkin seseorang dapat berdagang. Dalam sejarah Islam pedagang selalu bergerak bebas,sendiri-sendiri ataupun kafilah-kafilah dagang (karavan) dari satu pasar terbuka ke pasar terbuka lainnya. karavan atau kafilah dagang merupakan perangkat sosial sebagai kebalikan dari jalur distribusu monopolistik.
Pasar-pasar itu selalu bergerak yang dicerminka dari nama-namanya: suq al-ahad di damaskus. Suq al-thalaha di Baghdad dan sebagainya. Pasar-pasar ini tidak ada yang permanen, hanya untuk keperluan pengamanan barang-barang berharga maka di bangunklah gudang penyimpanan sebagai fasilitas umum. Pasar pertama yang dibangun Rasulullah SAW di madinah adalah baqi’ al-zubayr yang sepenuhnya merupakan lapangan terbuka. Pengenaan segala bentuk restribusi dan pajak di pasar juga haram hukumnya,dengan jaminan oleh pemerintah (bukan justru memajaki para pedagang,sebagaimana yang dilakukan oleh Negara fiskal). Dapat kita lihat bahwa pemerinntah Negara kapitalis yang memajaki rakyatnya adalah sebuah otoritas yang mengingkari fungsinya sebagai pelindung masyarakat. Selain itu pajak yang dikembalikan kepada rakyatnya sebagai fasilitas publik sangatlah sedikit,karena sebagian besar digunakan untuk membayar hutang Negara sebagai cicilan hutang.
Karavan bisa melibatkan kontrak kemitraan dagang antara dua orang (satu pedagang dan satu investor) atau puluhan orang. Dalam ukutan tradisional sebuah karavan dapat dilihat dari jumlah unta yang terlibat dalam sebuah karavan,di mesir dul sebuah karavan dapat terdiri atas ratusan bahkan ribuan ekor unta. Dalam catatan sejarahwan mesir, Muhammad haekal dalam bukunya sejarah hidup Muhammad disebutka omset karavan mekah di masa awal Rasulullah SAW mencapai 250 ribu dinar/ tahun. Semua warga mekah ketika itu terlibat dalam pembiyaan karavan. Karavan milik ustman bin affan sendiri saja ketika tiba dari syam pada suatu kali berjumlah 1000 ekor unta. Satu karavan menurut haekal lagi adakalanya berangkat dengan 2000 ekor unta dengan muatan senilai 50 ribu dinar (setara Rp 110 milyar pada tahun 2012).
*Kontrak-Kontak Bisnis dalam Muamalat
Pelarangan riba juga mencegah terakumulasinya kekuasaan melalui (muslihat) konsep pemilikan mayoritas.konsep struktur kepemilikan kapitalistik menggunakan dasar mayoritas saham yang bertentangan denagn hukum kontrak dalam Islam (syirkat),secara de facto merupakan bentuk perampasan atas kepemilikan hak milik pribadi orang lain (pemegang saham minoritas). Muamalat tidak mengenal istilah ‘investor tidur’. Terbentuknya sebuah kemitraan dagang hanyalah melalui qirad(mudharabah), Syirkat adalah kemitraan dua atau lebih orang yang secara bersanma-sama menjalankan suatu usaha. Dalam syirkat ketersediaan modal tidak selalu dipersyaratkan tetapi bila ada modal yang dilibatkan maka semua orang yang bermaksud melakukan syirkat harus menyediakannya walaupun jumlahnya tidak sama. Nilai partisipasi uang,akan menjadi niali saham masing-masing dalam syirkat yang dibentuknya,dengan keharusan semau mitra untuk terlibat dalam usaha seperti syirkat tidak memungkinkan adanya perampasan hak milik seseorang oleh orang lain,seperti sistem kapitalis.
Dua hal pokok didalam syirkat yang secara prinsip membedakannya dari sistem kontrak bisnis kapitalistik.
a.       Syirkat tidak mengenal hak mayoritas,semau mitra memiliki hak kontraktual yang sepenuhnya sama telepas dari nilai saham/ jumlah modal yang disetorkannya.
b.      Syirkat tidak mengenal istilah laba,apalagi deviden yang dibagikan pada setiap tahun. Yang ada didalam syirkat adalah kepemilikan asset bersama, proporsional menurut saham yang disetorkan dan setiap mitra berhak memitrakan dilakukannya likuidasi atas aset bersama tersebut disetiap saat.
Bentuk kontrak syirkat juga menghasilkan dua realitas berbeda dari sistem kapitalis. Hubungan buruh-majikan dalam model kapitalis digantikan dengan modelhubungan ‘master-apprantice’(mu’allim-mubtadi’) dalam gilda (sinf). Gilda merupakan satuan usaha produksi yang cocok dengan bentuk kontrak syirkat. Syirkat tidak mengenal istilah ‘investor tidur’ karena dalam kontrak syirkat disyaratkan keterlibatan ke semua pihak secara adil. Kemungkinan terbentuknya sebuah kemitraan investasi dengan salah satu pihak sebagai investor tidur,hanyalah melalui qirad (mudharabah) yang memberikan konsekuensi sama sekali berbeda dari syirkat. Dalam buku 32 dari kitab Al Muttawa, Imam Malik menyampaikan 16 riwayat tentang berbagai aturan pinjaman untuk modal (qirad), batasan,persyaratan yang boleh dilanggar dan larangan, utang-piutang, hingga ppembayaran terkait kontrak qirad, yang intinya sebagai berikut:
-qirad adalah kontrak kerja sama dagang antara dua pihak ,yaitu pemilik modal dan pemilik tenaga sebagai agen dari pihak pertama.
-pihak kedua menerima modal dari pihak pertama sebagai pinjaman & membagi keuntungan perolehan dagang yang menggunakan modal dari pihak pertama.
Kondisi-kondisi kontrak qirad sebagai berikut:
a.       Kontrak diawali &diakhiri dalam bentuk tunai (dinar & ddirham),
b.      Keuntungan dibagi berdasarkan porposi yang telah disepakati di awal dalam kontrak, missal 50:50 / 45:55,
c.       Kerugian dagang sepenuhnya ditanggung pemilik moda,tetapi apabila kerugian disebabkan karena agen menyimpang dari perjanjian maka kerugiana ditanggung oleh agen tersebut,
d.      Kontrak tidak mensyarakan adanya garansi antara pihak agen dan ppemilik modal,
e.       Tidak ada pembatasan kontrak berdasarkan waktu tertentu tetapi berdasarkan siklus  usah,
f.       Keuntungan usaha tidak boleh di gunakan pihak agen hingga semua investor telah di bayar.
Bila syirkat menghidupkan satuan-satuan produksi maka qirad menghidupkan kembali para pedagang kolektif yang disebut  karavan/  kabilah. Dua realitas yang mewujudkan modal utama,sekaligus produk pokok dari kapitalisme ,yaitu perampasan hak milik seseorang melalui konsep ‘pemilikan mayoritas saham‘dalam suatu korporasi dan pemberian monopoli alat tukar/ uang kepada kelompok elit (Bankir). Dalam perspektif islam kedua modus ini merupakan riba,sebagai hasil dari pencampuradukan bentuk transaksi yang menagakibatkan munculnya riba an nasi’ah atau riba al fadl,atau kombinasi dari keduanya.
*Sinf atau Gilda (paguyuban produksi)
Syirkat dan qirad menghilangkan status buruh/ kelas pekerja,sebab hubungan buruh-majikan dalam pabrik yang inheren  dalam kapitalisme digantikan dengan model hubungan mmu’allim-mubtadi(master-apprantice) dalam gilda (sinf) atau paguyuban produksi. Dalam islam ,kontrak bisnis yang benar (syirkat) denagan dsenirinya akan beroperasi dalam bentuk gilda atau dalam bentuk kemmitraan dagang sebagai qirad. Bentuk satuan otonom berupa paguyuban (gilda) akan menghasilkan  kehidupann social-ekonomi yang lebih sehat,karena didasarkan pada kerjasama buka individualism dan kometisi.
*Mata Uang Halal (dinar dan dirham)
Dinar adalah koin emas berkadar 22 karat (91,70%) dengan berat 4,25 gram, sedangkan Dirham adalah koin perak murni (99.95%) dengan berat 2.975 gram. Dinar dan Dirham telah ditetapkan oleh Rasul SAW pada tahun 1 Hijriyah, dan ditegakkan oleh Khalifah Umar bin Khattab  pada tahun 18 Hijriyah dan khalifah pertama yang mencetak koin dirham, sedangkan orang yang pertama mencetak Dinar emas dalam Islam adalah Khalifah Malik bin Marwan pada tahun 70 Hijriah, Adapun Fulus adalah alat tukar recehan, terbuat dari tembaga atau campuran logam  lainnya. Dinar, dirham, serta fulus digunakan oleh umat Islam pada  masa dari zaman Rasulullah SAW sampai awal abad ke-20. Berhentinya penggunaan mata uang terrsebut menandakan berhentinya muamalat dan syariat islam secara keseluruhan dan menandakan mulainya sistem kehidupan yang berbasis riba.
RIBA, ALAT  TUKAR, DAN KEBEBASAN BERTRANSAKSI
Untuk memahami riba kita perlu mamahami rukun bertransaksi, Tiga rukun sah tidaknya transaksi jual beli adalah “suka sama suka” (antaraadhin minkum), “setara” (mithlan bi mithlin), dan “kontan”(dari tangan ke tangan atau yadan bi yadin).
Ketentuan “antaraadin minkum”, “suka sama suka di antaramu”,merupakan rukun pertama sahnya sebuah transaksi, yang harus juga berlaku bagi kebebasan memilih alat tukar. Imam Malik menyatakan bahwa alat tukar adalah: “Semua jenis benda niaga yang umum diterima sebagai alat tukar.” Jadi, satu-satunya kualifikasi untuk suatu barang agar dapat atau tidak dapat digunakan sebagai alat tukar adalah “diterima secara umum”.Selain mengindikasikan jenis benda niaga sebagai alat tukar yang dicirikan berdasarkan sifat alamiahnya (daya simpannya yang panjang, dapat distandarisasi dan dipecah dalam satuan berat dan volume yang fixed, yang umumnya berbentuk makanan tertentu selain emas dan perak), Rukun selanjutnya dalam transaksi (jual beli) adalah ”dari tangan ke tangan” atau kontan. Suatu transaksi yang tidak kontan belum sah sebagai jual beli, melainkan menjadi transaksi utang piutang, yang tidak boleh mengandung unsur ”tambahan”. Tambahan dalam utang piutang ini merupakan riba al fadl. Sebaliknya, penundaan pembayaran pada jual beli yang membolehkan ditambahkannya keuntungan, mengakibatkan timbulnya riba yang lain, riba nasi’ah. Rukun ketiga dalam transaksi (yang melibatkan barang niaga, dan bukan yang melibatkan layanan jasa) adalah kesetaraan nilai barang yang ditransaksikan, mithlan-bi-mithlin.
Tidak Semua Benda adalah Uang, ada beberapa kaidah yang sekaligus menunjukkan pada kita bahwa:
1. benda-benda yang disebutkan dalam hadis dan yang sejenisnya, adalah alat tukar (uang);
2. bahwa alat tukar yang boleh digunakan dalam transaksi (bukan cuma perdagangan barang niaga tapi juga termasuk layanan jasa) harus memiliki nilai intrinsik, hingga rukun ”sama takaran dan timbangannya” dapat dipenuhi.
Telah di jelaskan bahwa uang/ alat tukar menurut syariat Islam harus berbentuk ’ayn (komoditas), tidak dapat berbentuk secarik kertas bukti utang (dayn).Nilai suatu alat tukar harus ada pada zatnya /nilai intrinsiknya,tetapi tidak semua benda niaga dapat dijadikan alat tukar. Secara umum benda niaga yang dapat dijadikan uang adalah yang”lazim diterima sebagai alat tukar,” ”daya simpannya yang lama”, dan ”memiliki takaran atau timbangannya yang dapat distandarisasi hingga dapat memiliki unit hitung”. Rasulullah SAW memperlakukan kurma sama dengan Dinar atau Dirham, melarang pertukarannya, kecuali dalam jumlah yang sama dan kontan. Mengapa?Karena kurma, seperti halnya Dinar dan Dirham, juga tepung (gandum dan barle), dan garam, adalah alat tukar atau uang.Diantara beraneka benda niaga yang terbukti paling cocok, praktis, dan banyak dipraktekkan sebagai uang adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham), itu adalah pilihan semata.Bukan satu-satunya pilihan sebagai alat tukar, apalagi pemilihan itu dipaksakan oleh suatu pihak tertentu.
*Metamorfosa Uang Kertas
Untuk memahami lebih dalam lagi tentang uang kertas, dan substansi serta posisi hukumnya sebagai riba yang haram hukumnya, kita perlu mengerti dari asal muasal uang kertas.
Tahap pertama, uang kertas muncul sebagai kuitansi atau bukti utang, yang dikeluarkan oleh satu pihak (dalam hal ini pandai emas dan perak), yang dapat ditebuskan kembali menjadi koin emas dan perak milik yang bersangkutan. Karenanya uang kertas ini disebut sebagai promissory note. Dalam hukum Islam janji utang ini dikenal sebagai dayn. Janji utang  tidak dapat dipakai sebagai alat jual-beli, karena pembayaran dengan dayn atau janji utang berarti tidak kontan. Pada satu titik pengeluaran janji utang itu oleh pemerintah diberikan sebagai hak monopoli kepada satu pihak saja, yaitu bank sentral. Maka, janji utang yang semula bersifat privat (antara pemilik harta dan pihak yang mengeluarkannya) kini menjadi publik, dipaksakan berlaku umum.
Tahap kedua, para bankir yang telah memonopoli secara sepihak mengubah uang kertas, dari bentuknya sebagai janji utang menjadi uang kredit, yaitu ketika uang kertas tidak lagi bisa ditebuskan kembali menjadi koin emas atau perak milik seseorang. Meskipun setiap kali mencetak uang kertas bankir (ketika itu) masih tetap menjaminnya dengan emas batangan. Inilah yang disebut sebagai sistem standar emas.
Tahap ketiga, adalah kaitan antara emas dan uang kertas dicabut,yakni sejak tahun 1971. Maka bank sentral dapat mencetak uang kertas dengan semaunya tanpa  harus memberikan dukungan komoditas apa pun. Sepenuhnya uang kertas menjadi uang fiat, yang memiliki nilai dan diterima sebagai alat tukar, sepenuhnya karena dipaksakan melalui undang-undang tentang uang. Perlu diketahui bahwa bank-bank sentral ini bukan bagian dari pemerintah, tetapi perusahaan-perusahaan swasta.
Hubungan antara uang kertas, misalnya antara dolar AS dan rupiah, antara rupiah dan euro, atau antara ringgit dan rubel, dan sebagainya tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah, melainkan mengikuti kemauan para pedagang uang(valuta asing).hal ini disebut sebagai sistem kurs mengambang. Jadi,seluruh sistem finansial dan moneter saat ini sepenuhnya dikendalikan oleh para bankir dan spekulan uang.
Dari penjelasan tentang batasan riba di atas ,akan memperjelas posisi uang kertas, uang fiat dan segala turunannya, serta sistem perbankan yang menjadi motor penggeraknya.Uang kertas pada dasarnya dapat dilihat baik sebagai aset (’ayn) maupun sebagai janji utang (dayn).Maka pilihan posisinya adalah sebagai berikut:
A. Jika fakta bahwa uang kertas adalah dayn diterima, berarti ia merupakan janji pembayaran atas sejumlah ’ayn (aset), maka uang kertas tidak dapat dipakai dalam pertukaran dan larangan ini berdasarkan pada dua alasan:
1.      Dayn tidak dapat dipertukarkan dengan dayn. Uang kertas ditukar dengan uang kertas adalah ’utang dibayar utang’, yang haram hukumnya.
2.      Dayn atas emas dan perak tidak dapat dipertukarkan dengan emas dan perak. Ini sangat jelas, benda tak bernilai tidak dapat ditukarkan dengan benda bernilai.
Dalam kenyataannya uang kertas bahkan sudah bukan berfungsi sebagai janji utang atau dayn lagi, sejak kaitannya dengan emas yang menopangnya dicabut, sejak 1971.Maka, satu-satunya posisi uang kertas atau uang fiat yang dapat kita terima adalah benda niaga (aset atau ’ayn).
B. Jika posisi uang kertas sebagai ’ayn diterima maka nilainya adalah seberat kertasnya, bukan sebesar angka nominal yang dituliskan di atasnya.Jika nilainya ditambahkan,sebagai nilai nominal, melalui paksaan hukum, maka nilainya telah dikacaukan dan transaksinya, menurut syaria adalah batil.Uang kertas, menurut syariah, tidak dapat digunakan sebagai alat tukar/pembayaran. Dari ulasan di atas, dalam pertukaran barang sejenis, dalam konteks ini uang atau alat pembayaran lainnya, berlaku ketentuan yang padanya dilarang adanya dua unsur riba, baik karena penundaan(selisih waktu) maupun penambahanan(selisih nilai).Uang fiat mengandung dua riba ini sekaligus, karena tidak ada nilai intrinsik yang dikandungnya dan janji pembayaran yang berarti penundaan pembayaran,yang dikandungnya yang tidak lagi akan pernah ditepati, karena ketiadaan komoditas (emas) yang menjaminnya.
Dari hadis Rasul SAW yang sudah dikutip sebelumnya, yang perlu ditambahkan bahwa dayn atau promissory note atau janji pembayara sendiri halal hukumnya, bila dipakai secara privat. Maksudnya janji utang ini hanya mengikat dua pihak yang berkontrak (utang piutang).Janji utang tidak boleh digunakan sebagai alat tukar yang bersifat publik. Hal ini sangat penting diketahui karena ada pihak yang mengatakan bahwa dayn itu, bahkan yang berbentuk sejenis dengannya yang dikenal dengan sebutan sukuk, bukan saja telah dikenal sejak masa nabi, tetapi juga digunakan sebagai alat tukar atau uang.
*Razia Uang Kertas
Disampaikan oleh Imam Malik, dalam Al Muwatta kita mengetahui bagimana Zaid bin  Thabit, seorang Sahabat yang masih hidup meminta Khalifah Marwan ibn al-Hakam,untuk merazia uang kertas atau sukuk yang digunakan sebagai alat tukar.
Uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai tidak lain adalah alat perampasan harta dan pemajakan kepada setiap pemakainya. Uang fiat selalu dapat dimanipulasi dengan berbagai cara. Dalam hubungan antarnegara penetapan salah satu mata uang kertas, yaitu dolar AS sebagai mata uang internasional (devisa) untuk lalu lintas dan alat pembayaran perdagangan internasional, merupakan puncak manipulasi atas umat manusia di seluruh dunia.
Saat ini uang fiat bahkan sudah bukan berupa kertas lagi, melainkan bit komputer, impuls elektronik. Maka uang fiat, bukan dayn juga bukan ’ayn, melainkan adalah ilmu sihir! Uang fiat adalah salah satu pilar utama, selain bunga dan rumuas cadangan sebagian, sistem kapitalisme. Muamalat hanya dapat ditegakan di atas pilar-pilar yang lain, yaitu alat tukar berbasis komoditi (Dinar, Dinar, dan Fulus), pasar terbuka, perdagangan, dan kontrak-kontrak bisnis yang halal (utamanya qirad dan syirkat).

0 komentar: